Tuesday, August 31, 2010

Catatan Perjalanan: Pura Gunung Salak, Puncak, Cibodas

Ini cerita perjalanan saya yang sudah cukup usang. Perjalanan ke beberapa tempat di daerah Bogor pada minggu ke empat bulan Juli, tepatnya Jumat 23 Juli sampai Rabu 28 Juli 2010. Banyak kesenangan saya temui, berbagai tempat dan pengalaman baru yang sedikit memperlebar tempurung yang menutupi tubuh katak ini.

Awalnya saya hendak melakukan pendakian ke Gunung Gede Pangrango, berhubung teman yang hendak saya ajak berhalangan maka saya urungkan saja. Tapi saya tetap harus berlibur keluar kota, sungguh penat terkungkung di Jogja dalam waktu cukup lama dengan beban skripsi yang sungguh menyita waktu, pikiran dan tenaga. Tapi semua sudah berakhir sekarang, saatnya memanjakan diri, mari berlibur! Teman saya menawarkan beberapa lokasi, saya kontak beberapa teman yang lain untuk bergabung, gayung bersambut sayapun berangkat.

Serpong, Pura Gunung Salak, Puncak

Saya berangkat dari Stasiun Lempuyangan Jogja, turun di stasiun Tanah Abang, berganti kereta menuju Serpong lalu dijemput teman yang tinggal didaerah Pasar Prumpung Bogor. Pengalaman pertama menumpang kereta ekonomi dalam jarak yang cukup jauh, melelahkan tapi menyenangkan juga. Memperhatikan para pedagang asong berseliweran sementara saya duduk beralaskan koran di lantai kereta.

Hari pertama saya bermalam di Serpong, kontrakan teman saya, Ngarayana yang bekerja di Batan. Hari itu belum sempat kemana-mana hanya bertemu seorang teman di wilayah BSD.

Pura Gunung Salak merupakan destinasi pertama saya. Terletak di kaki Gunung Salak, pura ini memiliki areal yang cukup luas dengan pemandangan bentang alam pegunungan. Ada lanskap hijau kota Bogor, ladang, lembah serta latar belakang gunung Salak yang menjulang tinggi dibelakang Pura. Saya berangkat bersama Ngarayana, Purna dan Banteng, teman-teman saya sejak SMA yang sekarang bekerja di sekitaran Jakarta dan Tanggerang. Perbekalan kami cukup banyak, berbagai jenis buah untuk membuat rujak. Kebetulan disana juga bertemu dengan paman salah satu teman saya, kami diberi tambahan buah dan beberapa bungkus lontong, tambah lengkap menu makan siang kami sebelum melakukan persembahyangan di areal utama Pura.

Tujuan berikutnya adalah Puncak Bogor. Salah satu teman saya, Purna tidak ikut karena ada urusan ke Bandung. Dia turun di Terminal Baranang Siang untuk melanjutkan perjalanan ke Bandung. Di Puncak kami bermalam di sebuah asrama, Ngarayana sering berkunjung kesana untuk memperdalam pengetahuan rohaninya.

Jalan-jalan dua hari ini diakhiri dengan berburu udara segar di kebun teh Puncak. Berita tentang kemacetan yang terjadi di wilayah puncak pada akhir pekan maupun hari-hari libur membuat saya sedikit penasaran akan betapa spesialnya tempat itu. Tapi apa yang saya jumpai sesampai disana?? Bukit-bukit hijau, udara dingin, suasana meneduhkan dan terakhir macet. Ekspektasi besar saya tidak terjawab!. Saya sempat jalan-jalan ke kebun teh di wilayah Karanganyar dan Wonosobo sebelumnya dan tidak ada kemacetan sama sekali disana. Suasana yang ditawarkan ketiga tempat tersebut kurang lebih sama. Analisa saya, sepertinya penyebab utama kemacetan lebih ke faktor eksternal, yaitu lokasi, bukan sesuatu sangat spesial yang ditawarkan oleh Puncak. Kebun teh Puncak berada dekat dengan kota Jakarta dan Bogor dimana jumlah penduduk jauh lebih padat, sepertinya ruang hijau sebagai tempat rekreasi keluargapun tidak banyak dikedua kota ini, maka wajar saja jika banyak dari mereka pergi ke puncak pada hari-hari libur dan ikut menjadi penyumbang kemacetan.

Hari berikut merupakan perjalanan seorang diri, teman-teman saya sudah mulai masuk kerja. Saya hendak pergi ke Cibodas, sekedar untuk sampai di pos pendakian gunung Gede Pangrango dan bermalam di basecamp pendakian.


Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Perjalanan dimulai dari Grogol, saya berangkat diantar Banteng sampai stasiun Kota. Sedikit terkaget ketika membeli tiket ke Bogor yang hanya 1500 rupiah. Untuk sampai Cibodas, dari stasiun Bogor naik angkot nomer 3 menuju terminal Baranang Siang lalu lanjut dengan colt putih yang ngetem di dekat tol. Salanjutnya turun di pertigaan Cibodas di wilayah Cipanas. Dari sana perlu 4KM lagi untuk sampai Cibodas.

Saya berjalan kaki untuk sampai Cibodas. Sebenarnya ada angkot untuk sampai disana, tapi saya memilih berjalan kaki saja, itung-itung untuk menghilangkan rasa gatal karena gagal mendaki Gunung Gede Pangrango.

Akhirnya sampai di Kebun Raya Cibodas. Tidak banyak informasi yang saya ketahui tentang kebun raya ini. Diluar tampak sepi, kemudian saya bertanya tentang kebun raya Cibodas pada bapak penjaga loket. Mendapat penjelasan yang cukup, sayapun minta ijin untuk masuk. Bapak itu mempersilahkan tanpa mengharuskan saya untuk membeli tiket. Baik sekali bapak ini. Hehe.

Saya teringat Kebun Raya Bedugul ketika memasuki areal kebun raya Cibodas, terdapat hamparan hijau rerumputan dengan berbagai jenis pepohonan. Lokasi pertama yang saya jumpai adalah Sakura Garden, sayang sedang tidak berbunga. Ada sungai kecil yang membelah kebun dan air terjun kecil dibagian hulu kebun, kalau tidak salah air terjun Cibogo namanya.

Lokasi berikutnya air terjun yang agak besar, Ciismun. Lokasinya cukup jauh dari Sakura Garden, kira-kira butuh waktu sekitar setengah jam untuk sampai di tempat itu dengan berjalan kaki. Air terjunnya tidak sebesar bayangan saya, hanya sedikit lebih tinggi dari air terjun Cibogo. Saya bertemu banyak orang Arab disana.

Berikutnya adalah tujuan utama, pos pendakian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang terletak tidak jauh dari loket masuk Kebun Raya Cibodas. Ada tulisan besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di atas pintu masuk. Saya jadi teringat foto beberapa teman yang pernah berpose disini lengkap dengan carrier dipunggung mereka. Sayang waktu itu saya tidak membawa carrier, suatu saat saya juga pasti akan kembali dan berpose dengan carrier dipunggung. He.

Pos pendaftaran ini menjadi sangat mewah jika dibandingkan dengan beberapa pos lain yang pernah saya kunjungi. Bangunan luas, bertingkat dan lantai keramik. Sangat jauh jika dibandingkan dengan yang biasa saya temui, sebuah ruang sempit berlantaikan semen. Departemen Kehutanan sepertinya benar-benar mengelola taman nasional ini dengan baik, ditambah lagi dengan adanya situs gedepangrango.org yang benar-benar dapat diandalkan sebagai sumber informasi. Saya mengobrol sebentar dengan petugas disana lalu pamit untuk menuju lokasi basecampdisana diistilahkan Shelter pendakian.

Shelter berada tidak jauh dari pos pendaftaran mendaki. Berada ditengah hutan, terdapat beberapa bangunan disana, salah satunya adalah rumah panggung tempat dimana saya bermalam nantinya. Saya bertemu dengan beberapa anak Montana disana, mereka adalah para volunteer yang selalu siap sedia menjaga taman nasional ini. Salah satu tugas mereka adalah mengecek barang bawaan setiap pendaki yang akan naik maupun turun gunung. Merekapun bisa menjelma menjadi regu SAR ketika ada kecelakaan dalam pendakian. Belakangan saya baru tahu ternyata mereka melakukannya dengan sukarela, tidak dibayar. wow. Sayang saya tidak sempat mengobrol banyak waktu itu, hanya sempat sesekali menimpali obrolan mereka. Rasa kantuk sungguh membuyarkan konsentrasi, sampai-sampai saya sempat tertidur di ruang tengah sebelum mereka membangunkan dan mempersilahkan saya untuk makan. Sungkan juga sebenarnya, orang asing, tidak membantu memasak, langsung makan. Ah, nanti saya yang cuci piring pikir saya. Tapi apa yang terjadi, mereka langsung mencuci piring masing-masing sehabis makan, beruntung masih ada batu pengulekan di tempat cuci piring, niat membantu saya jadi sedikit terpenuhi. He. Kantuk datang kembali, mereka mempersilahkan saya untuk tidur di kamar dan menggunakan selimut yang ada, sementara beberapa dari mereka sepertinya harus menahan dingin diruang tengah. Baik sekali mereka, memperlakukan orang asing dengan begitu ramah dan bersahabat. Terimakasih saya untuk anak-anak Montana, semoga saja saya berkesempatan untuk berkunjung kesana lagi nanti.


Kembali ke Jakarta

Subuh saya pamit untuk kembali ke Jakarta. Dengan transportasi yang sama seperti ketika berangkat. Colt putih dari Cipanas sampai di terminal Baranang Siang. Sebenarnya saya hendak ke Kebun Raya Bogor, tapi apa daya hujan begitu lebat ketika saya sampai di loket tiket. Saya urungkan saja dan melanjutkan perjalanan, naik angkot dari halte yang ada didekat loket sampai di Stasiun Bogor lalu menumpang kereta sampai di Stasiun Kota.

Dari Stasiun Kota saya melanjutkan perjalanan dengan Trans Jakarta untuk sampai tempat kos teman saya di Grogol. Walau sempat beberapa kali nyasar, akhirnya sampai juga.

Malam hari saya mesti balik ke Serpong, ke tempat Ngarayana. Barang-barang saya masih disana dan esok hari saya sudah harus balik ke Jogja. Banteng mengantar sampai Stasiun Tanah Abang, lalu saya menumpang kereta menuju stasiun Serpong sebelum lanjut menumpang bus sampai Pasar Prumpung. Dari sana perlu berjalan beberapa menit untuk sampai di kontrakan teman. Sungguh lelah, saya langsung tidur.


Yogyakarta: Pulang Kekotamu

Kereta ke Jogja yang hendak saya tumpangi berangkat malam pukul 19.30 dari Stasiun Tanah Abang. Pagi dan siang harinya saya habiskan dengan bermain di wilayah Puspiptek dan BSD.

Malam tiba, Ngara mengantar saya sampai Stasiun Serpong, saya naik KRL menuju Tanah Abang, membeli tiket ke Jogja lalu berangkat.

Beruntung saya mendapat tiket duduk kali ini, diantara mereka para kelas pekerja yang tampak selalu ceria. Tawa renyah dan obrolan ringan mereka menjadi pengantar tidur saya malam itu ditengah suara gesekan roda kereta dengan rel. Menderu memang tapi sangat hangat. Sesekali juga terdengar nyanyian para musisi jalanan dan sayup suara pedagang asong yang sedang menawarkan dagangan mereka. Saya jadi lupa kalau sedang berada di sebuah kereta ekonomi yang begitu tidak diminati sebagian orang karena segala ketidaknyamanannya. Saya merasakan nyaman dan hangat ekstra tinggi waktu itu, sesuatu yang selalu saya rasakan ketika berada dirumah. Sudah lama sekali rasanya, jadi semakin rindu rumah, untung sebentar lagi saya akan pulang.. :)


Perjalanan ini sungguh menyenangkan. Mengajarkan berbagai pengalaman dan memberi banyak wawasan baru bagi saya. Berbagai keterkesanan yang muncul rasanya mampu sedikit mengatasi demotivasi yang belakangan selalu menemani sebagai akibat rasa jenuh mengerjakan TA. Bisa jadi tulisan ini adalah salah satu buktinya. He. Masih ada cerita lanjutan mengenai liburan saya di Bali, semoga bisa saya selesaikan segera. :)

Foto-foto perjalanan ini saya posting disini.