Tuesday, October 6, 2009

17 Agustus di Merapi




Ini adalah pendakian kedua saya di Gunung Merapi. Kali ini bertepatan dengan peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang ke 64 tahun. Saya bersama dua orang teman, dua wanita tangguh yang sunguh gemar menapakkan kaki di batas-batas tertinggi daratan. Saya sungguh mengagumi mereka, semoga saja saya cukup beruntung untuk diberi kesempatan melakukan perjalanan menapakkan kaki di batas tertinggi daratan sesering yang telah mereka lakukan.

Saya berangkat dari Jogja. Jika pada pendakian sebelumnya mengendarai sepeda motor, kali ini menumpang bus. Pengalaman baru yang selalu membuat tersenyum. Kami menumpang bus dari Janti. Untuk mencapai Basecamp New Selo, kami melakukan pergantian angkutan sebanyak 3 kali. Pertama mengganti bus di terminal Kartosuro, kemudian kembali berganti bus di pertigaan di wilayah Boyolali. Kemudian pindah memakai mini bus di sebuah pasar di daerah Boyolali. Mini bus ini mengantarkan sampai di pertigaan yang merupakan persimpangan terdekat antara jalan raya dengan basecamp New Selo. Sekiranya kami akan berjalan kaki menuju basecamp, beruntung ada rombongan dari Jakarta yang menawarkan untuk ikut menumpang carry yang mereka tumpangi. Perjalanan menanjak berjalan kaki yang seharusnya ditempuh selama 15 menit berhasil dicapai dalam waktu tidak sampai 5 menit.

Sebelumnya saya sudah mendengar cerita kalau 17 Agustus merupakan salah satu momen pendakian yang digemari banyak orang. Dan benar saja, sesampai di basecamp puluhan orang terlihat telah bersiap melakukan pendakian. Kami melakukan pendakian siang hari, kalau tidak salah pukul 2 siang. Saya sangat menikmati pendakian, santai dan berjumpa banyak orang penuh semangat yang selalu menyapa dengan senyum mengembang.

Kami sampai di Pasar Bubrah kalau tidak salah pukul 7.30 malam. Suhu disana sungguh berbeda dengan bukit terakhir yang kami lewati, cukup hangat. Lampu-lampu tampak berserakan menghiasi ratusan tenda yang terpasang di areal itu. Saya terkaget menyaksikan suasana disana, sungguh semarak. Tidak pernah terbayang sebelumnya bakal ada dentuman musik Metallica di tempat itu, sangat kencang. Mereka pasti gerombolan metalhead sejati yang tak rela melewatkan waktu tanpa teriakan James Hetfield pun sayatan gitar Kirk Hammet yang sungguh memecah kesunyian dimalam itu. Malam itu saya berkenalan dengan 3 teman baru yang berasal dari daerah Kendal yang salah satunya merupakan temannya teman perjalanan saya.

Pagi hari saya berniat menggapai puncak, dua teman saya tidak ikut, mereka lebih memilih menyusuri Pasar Bubrah. Saya berangkat bersama 3 teman baru yang saya kenal semalam. Kami melewati jalur yang sangat curam. Saya tidak lewat jalur itu sewaktu pertama kali muncak. Jalur ini sangat terjal, ada beberapa bagian yang mengharuskan kami untuk memanjat seperti ketika sedang memanjat papan panjat. Belum sampai puncak, sunrise tampaknya segera muncul, kami berhenti sejenak untuk mengabadikan gambar kemudian melanjutkan pendakian.

Sesuai perkiraan, kawasan puncak penuh sesak, bahkan untuk menyentuh Puncak Garuda mesti antri dan antriannya cukup panjang. Niat saya untuk berfoto disana seketika hilang, toh saya sudah mengabadikan gambar di Puncak Garuda pada pendakian sebelumnya pikir saya. Tidak kalah dengan peringatan proklamasi di kota, disini juga banyak berkibar bendera merah putih, atribut wajib peringatan hari proklamasi. Sesaat ketika kami akan turun, saya terkaget karena bertemu teman kos saya yang sebelumnya berencana untuk 17an di Ungaran. Karung, Si tenaga kuda yang tak kenal lelah. Dia berangkat sendiri, dari Jogja jam 11, sampai di New Selo jam 1.30, langsung naik dan tiba di pasar bubrah pukul 4.30, Menggila!

Sesaat bercengkrama, kami berempat kemudian turun, kali ini tidak melewati jalan terjal yang tadi. Kami melewati lereng yang lebih landai namun cukup rawan karena track berupa bebatuan yang sangat mudah tergelincir jika kita salah berpijak. Cukup sering batu-batu sebesar genggaman tangan menggelinding dari atas yang memancing riuh pendaki berteriak awas, untuk memperingatkan mereka yang berada dibawah.

Kami tiba di Pasar Bubrah dengan selamat. Sangat lapar, kemudian memasak mie instan sambil menghabiskan bekal makanan yang tersisa. Kenyang, kemudian membongkar tenda dan siap untuk perjalanan turun. Teman kos saya, Karung, berangkat duluan, sepertinya sudah tidak sabar untuk bertemu sang kekasih hati. Rombongan turun gunung kami menjadi 6 orang. Saya masih ingat betapa berdebu dan licinnya track turun pada pendakian sebelumnya. Kali ini jauh lebih parah. Banyak orang gila yang menyeret botol-botol yang mereka kumpulkan untuk dibawa turun. Bayangkan, track berdebu, ditambah seretan rangkaian botol yang bisa mencapai 1 meter, hasilnya, tentu saja debu-debu beterbangan tak terkendali. Sangat mengganggu. Beruntung saya bertemu kembali dengan para metalhead sejati dengan pakaian hitam-hitam yang masih tetap setia dengan musik metal yang berdentum keras dari tape deck yang mereka panggul. Sungguh menghibur dan mengobarkan kembali semangat yang sempat redup.

Kira-kira 4 jam perjalanan kami tiba di basecamp New Selo. Sesaat beristirahat dan membersihkan badan kami melanjutkan perjalanan pulang ke Jogja. Dari daerah Selo menumpang bus, kemudian berganti bus di terminal di wilayah Boyolali lalu turun di wilayah Kartosuro. Kami mampir untuk makan di sebuah warung soto di dekat lampu merah Pasar Kartosuro. Maknyus dan murah meriah. Pantas saja teman saya memaksa untuk tetap makan disana walaupun diterik siang kami mesti berjalan sekitar 500m untuk mencari tempat itu. Sangat layak untuk dicoba. Kenyang menyantap soto, kami melanjutkan perjalanan ke Jogja dengan menumpang bus.

Kira-kira 1,5 jam perjalanan, kami tiba di Janti. Masih sekitar pukul 6 sore, saya dan dua teman berpisah disini. Mereka mengendarai motor yang mereka titipkan pada saat berangkat dan saya menumpang bus kopata. Kembali, ini adalah pengalaman baru, setelah 6 tahun menetap di Jogja baru kali ini saya menumpang bus kopata untuk transportasi dalam kota. Sedikit menggelitik, berada didalam bus yang sering kita umpat karena melaju ugal-ugalan sambil menyaksikan beberapa pengendara sepeda motor yang menggerutu dan menatap marah ke arah bus yang kita tumpangi.

Saya sampai dirumah dengan selamat. Sangat lelah namun sungguh berkesan.

nb: Foto-foto diambil dari kamera Karung & Mba Umay