Waktu itu kira-kira jam 2 dini hari. Kami hendak menggapai puncak Gunung Batukaru dari wilayah Pupuan untuk melihat sunrise. Suasana cukup mencekam waktu itu, kepanikan nampak jelas pada nada bicara dan raut wajah teman saya Brangga. Dia belum pernah naik gunung sebelumnya, nampaknya berbagai mitos yang didengarnya tentang keangkeran gunung-gunung di Bali baru saja mewujud nyata subuh itu. Beberapa kali dia menyarankan untuk kembali ke bawah namun kami hiraukan dan memilih untuk tetap melangkah kedepan.
Sayapun dulu pernah mengalaminya. Sunyi, gelap dan dingin benar-benar merupakan perpaduan sempurna untuk menimbulkan suasana mencekam. Logika kerap terjungkir balik kalau sudah begini. Beruntung ketika jaman S1 dulu, saya bertemu mereka-mereka yang mengajarkan tentang betapa menyenangkannya sebuah pendakian malam. Berbagai mitos tentang keangkeran sebuah gunung perlahan memudar berganti gairah membara untuk menggapai puncak :)
Ditengah perjalanan Wida berujar "kayanya ini aku mau haid deh". Wah,gawat juga kalau haid di gunung, karena tidak ingin rombongan terpecah, maka kami memutuskan untuk turun bersama-sama.
Langit masih gelap, mungkin baru sekitar satu jam semenjak awal pendakian tadi. Hendak pulang, nanggung, kami mulai membincangkan tujuan alternatif. Tiba-tiba Yogi nyeletuk "bagaimana kalau kita ke pulau menjangan saja?", ide menarik, kami mulai mempertimbangkan jalur mana yang hendak dilalui untuk sampai di sana. Ada dua alternatif, pertama lewat jalur utara melalui seririt kemudian mengikuti jalan raya sepanjang garis pantai Bali Utara atau lewat jalur selatan melalui pekutatan dilanjut menyusuri jalan raya Denpasar-Gilimanuk. Yogi berkata dia pernah ke pelabuhan penyeberangan Pulau Menjangan melalui Seririt, daripada nyasar-nyasar, maka kami putuskan akan melalui jalur itu saja.
Menjangan get lost
Gelap seringkali membuat kita mengalami disorientasi arah. Malam itu Yogi mengalaminya. Setelah cukup jauh, dia baru ngeh bahwa jalur yang kami lalui bukan menuju Seririt, tapi menuju jalur selatan. Sudah cukup jauh jika ingin berbalik arah, maka akhirnya kami putuskan untuk menempuh jalur selatan saja.
Jalanan masih sangat sepi waktu itu, hanya sesekali kami berpapasan dengan kendaraan lain. Jalur dari Pupuan menuju ke jalan Denpasar-Gilimanuk merupakan jalur pedesaan. Dibeberapa bagian, jalan menjadi semakin kecil. Saya sempat berpikir kalau jalur yang kami lalui adalah salah, tapi karena tidak ada tempat untuk bertanya, mau ga mau kendaraan harus terus dilaju. Sebentar lagi juga pagi, kalau salah jalan nanti bisa minta petunjuk sama orang pikir saya.
Hampir 1,5 jam harap-harap cemas, akhirnya kami melihat jalan besar juga. Senang rasanya melihat lampu penerangan jalan yang benderang, juga truk-truk pengangkut barang yang berseliweran. Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk!
Tidak satupun dari kami yang memiliki bayangan tentang apa yang akan dijumpai di pulau menjangan. Pada kunjungan sebelumnya, Yogi tidak menyempatkan diri untuk menyebrang ke pulau menjangan, hanya sampai di pelabuhan penyeberangannya saja. Dia memang tipe seorang eksplorer sejati, seringkali dia melakukan survey seorang diri dulu sebelum melakukan perjalanan ramai-ramai bersama rombongan. Penjelasan-penjelasan yang dilontarkan mengenai detail perjalanan yang akan kami lakukan selalu mampu membuat saya berdecak kagum. Berhubung perjalanan kali ini merupakan sebuah kecelakaan, maka tidak banyak hal yang bisa dia jelaskan tentang pulau yang satu ini :)
Hampir 1,5 jam harap-harap cemas, akhirnya kami melihat jalan besar juga. Senang rasanya melihat lampu penerangan jalan yang benderang, juga truk-truk pengangkut barang yang berseliweran. Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk!
Tidak satupun dari kami yang memiliki bayangan tentang apa yang akan dijumpai di pulau menjangan. Pada kunjungan sebelumnya, Yogi tidak menyempatkan diri untuk menyebrang ke pulau menjangan, hanya sampai di pelabuhan penyeberangannya saja. Dia memang tipe seorang eksplorer sejati, seringkali dia melakukan survey seorang diri dulu sebelum melakukan perjalanan ramai-ramai bersama rombongan. Penjelasan-penjelasan yang dilontarkan mengenai detail perjalanan yang akan kami lakukan selalu mampu membuat saya berdecak kagum. Berhubung perjalanan kali ini merupakan sebuah kecelakaan, maka tidak banyak hal yang bisa dia jelaskan tentang pulau yang satu ini :)
Sinar mentari pagi menjadi penyambut kisah kami disana. Ada juga ratusan perahu yang sedang parkir di dermaga. Air laut yang tenang berpadu dengan terpaan sinar keemasan mentari pagi menghasilkan refleksi yang menawan. Ditambah lagi dengan latar belakang langit biru nan bersih, tidak mungkin rasanya kami melewatkan momen untuk bernarsis ria ini :)
Sebenarnya kami hendak meminjam snorkel agar bisa melihat keindahan bawah laut di sekitar pulau, sayang waktu itu tempat peminjaman snorkel belum buka. Kami malas menunggu dan memutuskan untuk menyebrang saja.
Sebenarnya kami hendak meminjam snorkel agar bisa melihat keindahan bawah laut di sekitar pulau, sayang waktu itu tempat peminjaman snorkel belum buka. Kami malas menunggu dan memutuskan untuk menyebrang saja.
Bapak tukang perahu memberikan penjelasan tentang tempat-tempat sembahyang yang ada di sekitar pulau. Ada 7 tempat sembahyang yang bisa dikunjungi di areal bawah, dan 1 di posisi ujung atas pulau. Kami mengikuti persembahyangan di semua tempat yang ada, tapi tidak dengan Yogi, dia tidak membawa kain kamen, maka sambil menunggu dia memilih untuk jalan-jalan disekitaran tempat sembahyang sambil mengabadikan gambar.
Tempat sembahyang yang berada di ujung paling utara pulau merupakan tempat yang begitu indah. Berada diujung pulau, terdapat sebuah patung Ganesha yang berukuran sangat besar disana. Kami membuka perbekalan dibawah sebuah pohon rindang yang berada di sebelah barat patung. Rasanya makanan apa saja jika dinikmati ditempat seindah itu pasti akan menjadi sangat nikmat :).
Ditempat seperti inilah rasa malas seharusnya menjadi tuan, bukan ketika hari-hari menjelang ujian yang seharusnya menjadi milik 'semangat membara' :). Ketika orang-orang mulai melanjutkan perjalanan ke pura yang berada di bagian paling atas pulau, kami malah memilih untuk melepaskan kain yang kami kenakan dan bersantai dulu disana. Sambil melempar senyum mereka lewat disebelah kami, senyum ramah yang bisa juga merupakan bentuk rasa geli mereka melihat kostum yang kami kenakan. Kain melilit tubuh bagian bawah dan keril tinggi di punggung. Kalau saja mereka tau kisah perjalanan kami hingga sampai di pulau itu, mungkin mereka akan tersenyum lebih lebar lagi.
Iya, kami sedang tersesat waktu itu. Tersesat ditempat begitu indah yang membuat kami malas untuk beranjak. Beberapa jam disana tentu masih sangat kurang. Anggap saja ini sebagai survey awal untuk kunjungan berikutnya yang mesti dipersiapkan dengan lebih matang lagi. Snorkel, tenda, beer, kayu bakar dan ikan harus masuk dalam daftar bawaan pada kunjungan berikutnya :)
foto-foto perjalanan bisa dilihat di album ini lovelydayofmylife.multiply.com/photos/album/22
ps : menjangan get lost merupakan judul folder yang dibuat yogi untuk
menyimpan foto-foto perjalanan ini